Responsive Banner design
Home » » Kerugian Banjir

Kerugian Banjir

Menyusul bencana banjir yang melanda Ibukota dan sekitarnya, Bappenas melalui ketuanya mengatakan bahwa nominal kerugian dari bencana tersebut di atas 4 triliun rupiah. Hmm sungguh jumlah yang tidak sedikit. Sementara ada berita lainnya bahwa potensi kerugian yang ditanggung asuransi mobil bisa berkisar 400 milyar rupiah dan seterusnya. Perkiraan kerugian tersebut dikeluarkan sangat cepat dan besar kemungkinan bakal berbeda dengan jumlah sebenarnya. Bila 70% area Ibukota terendam banjir plus area sekitarnya sementara jumlah penduduk Ibukota saja 12 juta orang, katakan ditambah daerah sekeliling jumlahnya menjadi 18 atau 20 juta maka dapat diketahui berapa sebenarnya jumlah masyarakat korban banjir.

Berikutnya terdapat informasi bahwa uang beredar nasional sekitar 80% berada di Jakarta dan sekitarnya maka makin menambah ngeri berapa sebenarnya jumlah kerugian. Masyarakat luas tentunya belum bisa menyuarakan berapa kerugian material dan juga immaterial yang ditanggung karena yang penting jiwanya dulu selamat. Prioritas pertama adalah keselamatan jiwa dan berikutnya baru bagaimana survival bertahan hidup dan menanggulangi ancaman berbagai penyakit bawaan banjir.

Coba simulasikan bila sebuah keluarga menengah dengan katakan berbagai perangkat rumah tangga, elektronik dan sebagainya, rasanya kalau hanya 20 sampai 30 juta saja ada. Belum termasuk mobil, motor dan asset lainnya. Sehingga katakanlah kerugian satu rumah bisa mulai dari puluhan juta sampai mendekati milyar. Hal ini kenapa jumlah 4 triliun saja nampaknya terlampau kecil untuk jumlah kerugian sebenarnya dari masyarakat korban banjir ini.

Belum termasuk kerugian non material seperti kepanikan, cemas, trauma, was-was dan berbagai ketidaknyamanan lainnya yang tidak bisa dinilai dengan sekedar besarnya nominal uang. Ada lagi potensi kerugian baik dari masyarakat atau pelaku bisnis karena tertundanya dan gagalnya transaksi bisnis atau bahkan obyek transaksi itu sendiri.

Inilah berbagai bentuk dari kerugian hilangnya asset masyarakat karena bencana alam yang di luar jangkauan untuk menghentikannya. Meski konteks bencana alam ini patut lebih dalam dibahas karena sebagaimana diketahui bersama bahwa banjir semacam ini yang juga terjadi sebelumnya mestinya bisa dikelola dengan baik.

Lantas kira-kira bentuk kompensasi apa yang bakal diterima masyarakat setelah banjir usai. Nampaknya bakal tidak ada kompensasi apapun, kecuali yang asetnya dicover asruransi. Alih-alih bakal terkompensasi bahkan masyarakat mesti bersiap bekerja lebih keras lagi karena menghadapi infrastruktur fisik yang semakin rusak. Jalanan makin parah, kemacetan semakin runyam, kondisi dunia bisnis terpukul, lapangan kerja tetap susah dan bertahan hidup menjadi semakin berat.

Bukankah kebutuhan dan potensi belanja tidak berkurang dan bahkan bertambah pasca banjir. Bagi yang membiayai anak sekolah ya tetap, biaya transport ya tetap, harga barang-jasa justru berpotensi naik karena terganggunya distribusi dan logistic. Belum harus memperbaiki atau mengganti berbagai perabot dan peralatan elektronik semacam TV, tape dan lainnya.

Nampaknya berat nian biaya ekonomi dan biaya social yang ditanggung masyarakat Jabodetabek dari waktu ke waktu. Kita perkecualikan sekelompok kecil komunitas superkaya yang kena banjir namun tetap bisa nyantai di hotel, bisa beli mobil baru lagi, peralatan elektronik baru dan sebagainya.

Akhirnya hal ini patut menjadi perenungan siapapun baik pemerintah, pemegang kuasa maupun kaum elit bahwa bencana apapun yang menimpa tetap masyarakat banyak yang paling menanggung derita. Masyarakat banyak yang notabene adalah rakyat itu sendiri sekali lagi harus menelan pil super pahit dari kehidupan yang kadang tidak fair ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog