Responsive Banner design
Home » » Grand Indonesia

Grand Indonesia


Bagaimana bila anda satu tahun saja berada di luar Jakarta. Tentu akan cukup banyak ketinggalan update / perkembangan dari ibukota yang merupakan salah satu kota terbesar dunia tersebut. Secara kebetulan seorang rekan minta ditemani ke Grand Indonesia karena ada janji dengan teman lamanya. Sang rekan belum tahu lokasi supermall tersebut meski sudah beberapa bulan tinggal kecuali sepotong info loaksinya di jalan Sudirman/Thamrin. Karena kita berdua belum tahu kendaraan diarahkan saja menyusuri jalan Thamrin. Baru lepas underpass dukuh atas beberapa menit kemudian di sebelah kiri jalan terlihat bangunan megah bertuliskan Grand Indonesia. Lantas kendaraan diarahkan memasuki parkir gedung yang dijaga satpam plus anjing pelacak, ehm jarang juga mall dijaga binatang galak ini. Selepas penjagaan kendaraan masuk halaman gedung dan dibelokan ke kiri mengikuti arah parkir di lantai 6 gedung.

Menyusuri mall terlihat bahwa bagian dalam mall ini megah, luas, mewah, prestige dan rasanya tidak kalah dengan yang ada di Singapura atau di negara maju lain. Kalau ada kebanggaan yang muncul tentu wajar saja karena ternyata negeri ini memiliki pusat perbelanjaan dan hiburan berlokasi persis di jantung ibukota serta menyuguhkan profile layaknya sebuah negara yang sudah maju. Keseluruhan Mall seluas 64 hektar yang konon pertama digagas oleh presiden Soekarno ini benar-benar lengkap. Meski ternyata Bung Karno belum bisa mewujudkan secara lengkap dan butuh sekian tahun dari sekian periode presiden toh pada akhirnya dapat menjadi kenyataan juga.

Rangkaian mall tersebut mencakup Shopping Town, Kempinski Residences, Menara BCA dan Hotel Indonesia yang pembangunannya konon menyedot anggaran sebesar US$242 juta atau setara dengan Rp. 2.4 trilliun yang dibiayai oleh raksasa rokok Indonesia, Djarum dengan kontrak 30 tahun Built, Operate & Transfer. Jumlah keseluruhan lantainya adalah 57 residences, 56 office tower, 8 mall dan 14 hotel yang bentangannya mencapai 25 hektar.

Mungkin baru kali ini anda berkesempatan melihat sebuah pertunjukan spektakuler berupa dancing water di sebauh supermall. Ternyata air pun bisa menari dengan indahnya dirangkai iringan musik dan lampu warna warni. Tarian air itu bisa membentuk berbagai garis, lengkung, liuk dan beragam bentuk yang sulit digambarkan dengan kata-kata kecuali menyaksikan langsung pertunjukan yang disuguhkan gratis di dalam mall. Pertunjukan atraktif lainnya adalah life musik di ground floor, kereta gantung dan tentunya masih banyak lagi.

Beragam menu kuliner bisa ditemui di dalamnya mulai dari masakan modern, tradisional, trend maupun yang regular. Anda bisa leluasa memilih menu mulai dari sate senayan, cwie mie malang, sampai dengan masakan korea dan jepang. Hanya sayang dengan lay out food court yang memberikan pilihan banyak menu, pengunjung cukup kesulitan mendapatkan duduk untuk menikmati makanan yang sudah dipesan dan dibayar. Membludaknya tamu tidak diimbangi dengan jumlah bangku dan meja yang selalu penuh pengunjung mendatangkan masalah tersendiri. Tidak jarang anda harus menunggu tamu lain selesai makan sambil menenteng nampan. Memang tersedia juga resto atau café yang menyediakan bangku-nya ekslusive di dalamnya sehingga tamu tidak mendapatkan kesulitan.

Canggihnya teknologi turut tergambar dari pemesanan makanan dan minuman yang menggunakan kartu. Anda cukup menyebutkan pesanan makan dan minum, kemudian petugas akan mengetik, selesai dan sebuah kartu tinggal dibawa ke kasir untuk dibayar. Struk pembayaran dipakai untuk mengambil pesanan.

Sementara di salah satu sisi mall berdiri cukup megah sebuah gerai buku ternama yang membuka gerainya full 2 lantai. Sabtu malam itu pengunjung memenuhi semua bagian gerai. Ruangan dan rak buku yang luas seakan tidak kuasa menampung melimpahnya pengunjung. Antusias dan perilaku hidup kota besar tergambarkan dengan berserakan dan porak poranda-nya susunan buku di lantai-lantai di bawahnya. Terlihat petugas toko buku kewalahan mengatur kembali beragam buku yang berserakan jauh dari kelompok rak-nya. Namun ya itulah resiko usaha, banyak tamu, pengunjung membludak, antrian kasir panjang dan tumpukan bukunya berantakan. Big business, big constrains.

Parkirpun sudah menggunakan sensor lampu untuk melihat dimana tersedia lot parker. Bila lot ditempati lampunya akan berwarna merah, namun bila kosong akan berwarna hijau. Entah karena masih relative baru, atau terlampau banyaknya mobil sabtu malam minggu itu dibutuhkan setengah sampai satu jam untuk mendapatkan sepotong lot parkir. Akhirnya jalur parallel ala parkir jalanan-pun ditempuh. Petugas juga kewalahan diprotes pengunjung yang kesulitan memarkir mobilnya. Penderitaan rupanya belum usai manakala butuh satu jam lebih untuk bisa turun dan keluar dari gedung. Rupanya antrian turun macet karena setiap lantai bertemu antrian keluar. Praktis perlu dua jam-an untuk urusan perparkiran. Apakah masalah parker hanya berbarengan saat week end saja atau memang lay out dan alur parkir-nya yang masih perlu dibenahi.

Terlepas dari berbagai hal, dari makin bertambahnya supermall di ibukota, dampak dan ekses-nya akan selalui ada. Pakar tata kota sering menjelaskan bahwa pusat perbelanjaan kurang tepat dibangun di tengah kota karena akan memacetkan jalanan dan menambah permasalahan social adalah hal yang tidak terbantahkan. Sementara bagi investor jelas memilih lokasi pusat kota dengan pertimbangan mudah dijangkau pengunjung. Dua kepentingan bertolak belakang tersebut akan selalu muncul.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog