Responsive Banner design
Home » » Hidup di Atas Tingkat rata-rata

Hidup di Atas Tingkat rata-rata


Jimmy Carter Salah satu dari mantan Presiden AS yang masih hidup adalah Jimmy Carter. Dalam otobiografinya yang berjudul “Why Not the Best?” ada satu kisah yang sangat tepat untuk jadi pelajaran bagi kita semua.

Saat itu JC baru saja lulus dari Akademi AL dan melamar untuk bekerja di Program Kapal Selam Nuklir Amerika. Sebagai bagian dari ujian masuk, JC harus menghadapi interview oleh Admiral Rickover, pimpinan AL yang paling disegani di AS.

Dengan penuh percaya diri, JC melangkah ke ruang interview. Berbagai pertanyaan telah berhasil dijawab. Tetapi makin lama, pertanyaan semakin sulit dan JC kewalahan menjawab.
Lalu Rickover menanyakan ranking berapa dia di kelas sewaktu kuliah. Dengan bangga JC menjawab: “Saya berada pada rank 59 dari 820 orang.” Dia menyangka posisi tersebut sudah bagus, sehingga dia berharap mendapat pujian dari Rickover. Tetapi sebaliknya, Rickover dengan mata yang tajam memandang dia tanpa berkedip, serta bertanya: “Did you do your best?” Dengan sigap JC menjawab: “Yes Sir!” Tetapi tatapan mata Rickover yang tak lepas dari wajahnya membuat JC merenungkan kembali performancenya sebagai mahasiswa Akademi Maritim. Terbayang kembali di pikirannya bagaimana dia berkuliah sejak tahun pertama sampai tahun terakhir, bagaimana dia mengerjakan PR, kuiz dan ujian. Dia mulai mengingat bahwa pada berbagai kesempatan, dia masih membuang-buang waktu bersama teman, malas belajar, dan belum mengerahkan seluruh kemampuannya. Sadar akan keteledoran dan kekurangannyanya, dengan tergopoh-gopoh, JC mengganti jawabannya: “No Sir, I did not always do my best!” Admiral Rickover mengakhiri interview dengan satu kaliamat pertanyaan: “Why Not the Best?” Lalu Rickover bangkit dari kursinya meninggalkan JC sendirian di ruangan itu.

Pertanyaan “Why Not the best?” membuat JC tersentak. JC menyadari ketidak sungguh-sungguhannya di masa lalu telah membuat pencapaiannya tidak maksimal skarang. Lalu dia membuat tekad ke depan, bahwa mulai sekarang dia akan selalu melakukan yang terbaik pada apa saja yang dia kerjakan.
Akhirnya dia menuai dari tekadnya, karena dia terpilih sebagai Presiden AS yang ke-39.

Saudara-saudara yang saya kasihi di dalam Tuhan. Hari ini kita akan mempelajari satu kata dalam bahasa Inggris, dalam bentuk kata sifat “mediocre” dan dalam bentuk kata benda “mediocrity.”

Kamus Thorndike mengartikan “mediocre” sebagai “average or ordinary”
Advanced Learner Dictionary menambahkan arti “mediocre” sebagai “neither very good nor very bad, dan second-rate.”
Webster Dictionary menambahkan arti “mediocre” yang lain sebagai : “inferior.”
Dictionary of English Synonyms: “medium” or “indistinguished.” 

Kesimpulan: mediocre atau mediocrity artinya—rata-rata, sedang-sedang, biasa-biasa saja, tidak bagus tetapi tidak jelek, kualitas kelas dua, lumayan dan tidak menonjol.

Di lingkungan kampus, mediocre itu dapat diartikan dengan “passing grade” atau nilai batas lulus, yakni nilai “C.” 

Saya percaya Tuhan mengehendaki kita umat-Nya untuk hidup di atas tingkat pas-pasan atau sedang-sedang. Hal ini terbukti dari Firman Tuhan yang tertulis dalam Matius 5: 48 “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." 

Yesus sendiri berkata bahwa sasaran yang Tuhan tetapkan bagi kita untuk dicapai bukanlah nilai tengah atau rata-rata, melainkan nilai sempurna.

Pada Saat ini kita akan melihat tokoh yang di tulis  dalam Alkitab yang memiliki hidup di atas rata rata
Mari kita buka Tawarik 4:9-10
1 Tawarikh 4:9-10
9 Yabes lebih dihormati daripada saudara-saudaranya, Ibunya memanggil namanya Yabes, “Karena aku melahirkan dengan kesakitan.”
10 Namun Yabes berseru kepada Allah Israel, “Semoga engkau memberkati aku berlimpah-limpah dan memperluas daerahku, dan kiranya tangan-Mu menyertaiku, dan menyingkirkan kemalangan supaya aku tidak sakit.” Allah mengabulkan permintaannya.


Sedikit sekali yang dapat diketahui tentang tokoh Alkitab yang bernama Yabes. Ada yang mengaitkan Yabes dengan nama tempat berdiamnya kaum ahli kitab (1 Tawarikh 2:55; Curtis and Madsen 107). Namun keterkaitan itu diragukan (Williamson 59). Yang jelas Yabes termasuk suku Yehuda, suku Raja Daud. Dan salah satu fokus Kitab Tawarikh adalah dinasti Daud dan silsilahnya.
Dalam Ayat ini dijelaskan Yabes lebih istimewa dibandingkan saudara-saudaranya. karena Tuhan mengabulkan doanya


B. Etimologi Yabes

Terdapat permainan kata yang amat jelas dalam bahasa Ibrani. Ketika lahir, anak itu diberi nama Yabes (#Be[.y:) sebab sang ibu melahirkan dengan kesakitan (‘oseb). Selanjutnya, Yabes mohon supaya dijauhkan dari sakit (akar kata kerja ‘sb). Jadi, nama Yabes pertama-tama untuk mengenang pengalaman sakit sang ibu ketika melahirkan anak itu. Yabes berarti “Ia (Yahweh) membuat sakit.” Mungkin proses persalinan yang dialaminya terlalu lama dan sang ibu mengalami kesakitan yang lama. Tetapi selain sang ibu, Yabes sendiri lahir menderita sakit atau setidaknya di bawah kondisi normal. Tidak dijelaskan bagaimana persisnya kondisi Yabes. Akibat proses persalinan terlalu lama, bayi di dalam perut bisa kekurangan oksigen. Akibatnya, ketika lahir badan bayi biru, tangan dan kakinya terkulai lemah, bayi tidak menangis menjerit-jerit sebagaimana normalnya, nafasnya satu-satu, denyut jantungnya lemah di bawah 100. Pokoknya, profil anak itu ketika lahir tidak menjanjikan masa depan yang cerah.

Pemberian sebuah nama yang ada asal-usulnya disebut etiologi dan biasanya dihubungkan dengan peristiwa yang memunculkan nama itu.
Dalam Alkitab, hubungan antara nama dan peristiwa itu terlihat dalam bentuk akar kata yang sama. Nama tempat Bersyeba dikarenakan di tempat itu orang “telah bersumpah” (Kej. 21:31 < [syaba‘]). Betel disebut demikian karena tempat itu ternyata adalah “rumah Allah” (Kej. 28:17-19 < beyt-’el). Kitab I Tawarikh sendiri mengenal banyak etiologi. Nama Peleg dijelaskan sebab pada zamannya penduduk bumi terbagi (1:19 < [palag] “terbagi”). Nama Ahar (sebaiknya “Akar”; bdk. BIS “Akhan”) dijelaskan sebab ia yang mencelakakan orang Israel (2:7 < [‘akar] “mencelakakan”). Nama Yair dijelaskan sebab ia mempunyai 23 perkampungan (2:22 < ‘ir “perkampungan”). Nama Ge Harashim (NIV; TB “Lembah Tukang-Tukang”) dijelaskan sebab penduduknya terkenal berprofesi sebagai tukang (4:14 < harasim “tukang-tukang”). Nama Beria dijelaskan sebab malapetaka telah menimpa keluarga Efraim (7:23 < bera‘ah “malapetaka”).
Nama Yabes juga sebuah etiologi namun ada keistimewaannya. Penjelasannya tidak bersifat asal-usul namun akar kata yang dimaksud tidak persis sama. Secara etimologis, Yabes seharusnya berasal dari akar kata ‘sb (“sakit”). Dua kali akar kata itu muncul (ay. 9, 10) dan pada ayat 9 jelas dimaksudkan sebagai akar kata nama Yabes. Secara etimologis, terdapat kesalahan disengaja dengan mengasalkan Yabes dari akar kata ‘bs dan bukan ‘sb (Japhet 109). Antara ‘bs dan ‘sb perbedaannya adalah huruf kedua dan ketiga bertukar tempat.. Sang ibu rupanya menghindar mengasalkan nama Yabes dari akar kata ‘sb (“kesakitan”)? Adakah maksud terselubung di balik penukaran huruf itu?

Penukaran huruf dalam kasus Yabes mungkin memperlihatkan kesadaran orang kuno akan kekuatan sebuah nama. Dalam tradisi Timur, nama tidak sekadar nama tetapi memiliki makna simbolik. Nama berkaitan dengan hidup sang penyandang nama, bahkan diyakini membentuk nasib orangnya. Lalu apa maksud pemberian nama Yabes yang seharusnya Yaseb? Rupanya sang ibu mengharapkan dengan penukaran huruf itu utusan dewa yang mendatangkan sakit tidak akan mengenali korbannya lagi sehingga loloslah anaknya dari sakit. Dalam bahasa kita, kira-kira daripada memberi nama “Malang,” namanya adalah “Lamang” dan anak itu tidak jadi malang.

Pemberian nama Yabes setidaknya memperlihatkan keyakinan sang ibu bahwa sakit yang dialaminya dan efeknya pada sang anak merupakan peristiwa yang tidak lepas dari tangan Tuhan. Menyadari kondisinya yang tidak normal seperti orang lain, Yabes ketika sudah dewasa berdoa memohon supaya nasibnya tidak malang dan tidak sakit-sakitan, sebuah harapan yang mungkin juga tersirat ketika ibunya memberikan nama Yabes kepadanya.


3 hal yang membuat Yabes hidup di atas rata rata saudaranya

1.  Doa yang sungguh sungguh

Berikut adalah lebih jauh lagi dengan isi doa Yabes. Yabes memohon Tuhan memberkatinya.  Kata “Semoga engkau memberkati aku berlimpah-limpah   boleh diterjemahkan “berkati aku, berkatilah!”
Pengulangan akar kata kerja yang sama namun dalam bentuk imperatif dimaksudkan untuk menegaskan permintaan (Brown 56, cat. 10a, “may you indeed bless me”; bdk. BIS “Ya Allah, berkatilah aku”; NJPSV “Oh, bless me!”). Terjemahan TB (“Kiranya Engkau memberkati berlimpah-limpah”) memberikan tekanan pada berkat yang berlimpah-limpah dan urgensi dari permohonan untuk diberkati menjadi luput. Dengan berdoa ’berkati aku berkatilah, seolah-olah Yabes berkata, “Tuhan berkatilah aku, lakukanlah sekarang!” Terselip nada urgensi. Seakan-akan tanpa Tuhan memberkati, Yabes tidak tahu lagi harus mengandalkan siapa. Doa Yabes tidak basa-basi. Doa basa-basi adalah di mulut mengatakan “Tuhan berkatilah aku,” namun doa itu tidak disertai hati yang sungguh-sungguh berharap. Bila diberkati, baik. Bila tidak, juga tidak apa-apa. Sejujurnya orang yang berdoa cuma basa-basi tidak merasa hidupnya bergantung pada berkat Tuhan. Ia masih bisa berharap pada sumber-sumber lain yang kelihatan seperti kekayaan, kepintaran, posisi tinggi, kenalan orang penting, dan seterusnya.

Tetapi Yabes tidak bisa demikian. Tampaknya ia tidak punya pilihan lain. Diberkati Tuhan atau nasibnya akan tetap sakit seperti diisyaratkan dari nama pemberian ibunya. Tidak ada jalan lain selain mengandalkan Tuhan. Ia minta Tuhan memberkatinya. Ia berdoa untuk dirinya sendiri. Itu bukan ungkapan egoisme, tetapi ungkapan iman yang mengandalkan Tuhan. “Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah” (Yer. 17:7-8).
Ada dua prinsip yang melandasi doanya. Pertama, ia mendoakan diri sendiri. Tindakan itu tidak egois bila ada keperluannya seperti Yabes. Janji pertama Allah kepada Abraham adalah memberkatinya, “Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat” (Kej. 12:2). Maka, minta diberkati agar hidup dapat menjadi berkat sama sekali tidak salah. Sebelum menjadi berkat, kita harus diberkati dulu.
Kedua, kesederhanaan doa Yabes (minta diberkati) tidak berarti doa adalah perkara yang sederhana. Doa tidak pernah sederhana karena Allah, kepada siapa Yabes berdoa, adalah “Allah Israel.” Dalam Perjanjian Lama sebutan untuk Allah (’elohim) jarang berdiri sendiri, karena kata Ibrani yang sama bisa dipakai juga untuk menyebut allah-allah dari bangsa lain. Maka, sering ada embel-embel lain untuk kata “Allah,” misalnya Allah disebut Allah yang cemburuan, Allah Betel, Allah Yang Mahatinggi. Dalam doanya, Yabes menyapa dengan sebutan “Allah Israel,” sekaligus menggambarkan pengenalannya akan Allah nenek moyangnya, Allah yang dapat melakukan intervensi dalam sejarah hidup umat-Nya, Allah yang hidup dan berkuasa.
Ketika kita berdoa, pengenalan akan Allah adalah penting. Pengenalan itu seharusnya melandasi keyakinan kita dalam berdoa. Doa mesti disertai iman. Dengan iman, kita mengklaim janji Tuhan. Dengan iman, kita percaya bahwa Tuhan akan mengabulkan doa. Dengan iman, kita bersabar menunggu datangnya jawaban doa. Tuhan sering terhalang untuk mengubah hidup kita, karena kita terpaku pada apa yang ada dan mengabaikan potensi untuk perubahan dalam hidup kita. “Saya dilahirkan dari keluarga yang berantakan, maka sudah nasib kehidupan saya sekarang kacau.” “Saya dulu gagal, itu sebabnya sekarang saya gagal lagi.” Kita lupa bahwa di samping masa lalu ikut mempengaruhi masa sekarang kita, masa depan kita dapat berubah tidak seperti sekarang. Dengan kata lain, manusia sebenarnya tidak terbelenggu pada masa lalu. Tuhan dapat memutuskan belenggu-belenggu masa lalu dan untuk itu tidak ada yang mustahil bagi Allah. Maka yang lebih menentukan bukan masa lalu kita, tetapi apakah Tuhan mengubah kehidupan kita menjadi lebih baik.

2. Dalam Mewujudkan Impian dia meminta penyertaan Tuhan

1 Taw 4 : 10 Namun Yabes berseru kepada Allah Israel, “Semoga engkau memberkati aku berlimpah-limpah dan memperluas daerahku, dan kiranya tangan-Mu menyertaiku,
Yabes minta daerahnya diperluas. Sebagai anggota kaum Israel, ia maupun kaumnya tentu sudah mempunyai batas-batas wilayah sendiri. Namun, ia berdoa untuk wilayah yang lebih luas lagi. Dalam konteks Perjanjian Lama, perluasan wilayah tidak identik dengan penjajahan, melainkan supaya bangsa-bangsa lain mengenal Allah Israel. “Mintalah kepada-Ku, maka bangsa-bangsa akan Kuberikan kepadamu menjadi milik pusakamu, dan ujung bumi menjadi kepunyaanmu” (Mzm. 2:8). Ketika Yosua sudah lanjut usia, Allah berfirman kepadanya, “Engkau telah tua dan lanjut umur, dan dari negeri ini masih amat banyak yang belum diduduki” (Yos. 13:2). Lalu Tuhan menyebutkan beberapa daerah dari Filistin, Sidon sampai daerah orang Amori. Kedua, Yabes minta penyertaan kuasa Allah yang dalam hal ini dilambangkan dengan tangan Tuhan. Dalam dunia manajemen berlaku prinsip to make the impossible possible (membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin). Manajemen berupaya untuk menghapus kata “tidak” dari kata “mungkin.” Untuk Allah Yang Maha Kuasa, jauh lebih mudah lagi untuk menjadikan yang tidak mungkin menjadi mungkin. Karena itu, kita mesti optimis mengharapkan dari Allah perubahan yang lebih baik dalam hidup kita. Allah jauh lebih besar daripada para manajer. Allah adalah manajer dari alam semesta. Ia meninggikan mereka yang rendah, juga merendahkan mereka yang tinggi.
Tidak salah bila dikatakan bahwa Yabes memiliki ambisi yang secara fisiknya saat itu sebenarnya mustahil. Hanya karena intervensi Tuhan dalam kehidupannya, yang tidak mungkin menjadi mungkin. Itulah sebuah contoh ambisi yang dikuduskan (Sanders 115-23; Karman). Kata “ambisi” sering mendapat label jelek sebagai sesuatu yang tidak rohani. Dalam salah satu karya Shakespeare, Kardinal Wolsey berkata kepada Cromwell, “Cromwell, kuperintahkan untuk mencampakkan jauh-jauh ambisi; oleh dosa itu para malaikat jatuh.” Tetapi William Carey, bapak misi modern, berkata, “Harapkan perkara-perkara yang besar dari Allah dan lakukan perkara-perkara yang besar bagi Allah.” Sepanjang sebuah ambisi tidak bercita-cita untuk membangun kerajaan dan popularitas diri, tetapi untuk kemuliaan Tuhan, maka Tuhan mempunyai alasan untuk memberkati ambisi itu.
 “Dengan Allah akan kita lakukan perbuatan-perbuatan gagah perkasa, sebab Ia sendiri akan menginjak-injak para lawan kita” (Mzm. 60:14).
 “Ya TUHAN, Engkau akan menyediakan damai sejahtera bagi kami, sebab segala sesuatu yang kami kerjakan, Engkaulah yang melakukannya bagi kami” (Yes. 26:12).
Yabes menyadari keharusan bersandar pada kuasa Tuhan untuk perluasan daerahnya.

3 Yabes  Meminta Kesehatan

“Mereka yang sehat punya harapan. Mereka yang punya harapan punya segalanya.”

isi doa yang Terakhir adalah Yabes minta supaya tidak sakit sebagaimana dari namanya sebenarnya ia akrab dengan sakit. Tentu yang dimaksud bukan ia ingin menjadi manusia super yang tubuhnya kebal tidak bisa sakit. Yang dimintanya adalah tidak menderita karena sakit. Sakit dan menderita karena sakit adalah dua hal berbeda. Dalam hal ini, mungkin dapat dibandingkan dengan keinginan sebagian orang untuk tidak hidup lebih dari usia enam puluh tahun karena ia tidak mau tuanya sakit-sakitan. Atau, ada yang berharap lebih baik cepat mati saja daripada sakit-sakitan. Ada juga penderita kanker yang mau mati saja daripada menahan rasa sakit yang begitu hebat. Dalam hal Yabes, tidak jelas macam sakit apa yang mau dihindarinya. Sehubungan dengan permintaannya untuk wilayah yang lebih luas, hal itu baru dapat terjadi bila ia tidak mengalami kemalangan dan sakit macam-macam.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog